Tv Dari Langit :
Bukan apa yang dicuri, tapi untuk apa mencuri? (Sebuah Cerpen Kodok Canephora)
oleh Kodok Canephora pada 12 September 2012 pukul
22:05 ·
"Aku sangat percaya jika Tuhan itu baik, dari
sejak kecil jika aku bersyukur ataupun mengeluh, kepalaku selalu mendongkak
kearah langit seolah Tuhan itu tinggal dilangit"
"Kurasa cocok dengan nama saudara, Sabda Langit"
kata seorang Kyai yang memotong pembicara Sabda dihadapanya.
"Entah mengapa pula ayahku Tuan Ribang Kalangit
menamaiku seperti itu, tapi yang jelas dia ingin aku seperti arti nama
tersebut" Sambung Sabda dengan tenang.
Senyum tidak pudar dari wajah Sabda, situasi ini
membuat nyaman sang Kyai berdialog dengan Sabda dikamar yang hanya 6X6 Meter.
Tangan kanan Sabda memegang foto seorang perempuan tua dengan rambut beruban
dan senyuman manis diusianya, ibunya.
"Kenapa kau lakukan ini dan membiarkanmu terpuruk
dalam keadaan ini saudara Sabda?" Tanya sang Kyai yang sebelumnya situasi
sempat hening.
"hm..hanya orang bodoh juga gila yang berani
bertindak tanpa alasan yang jelas pak Kyai dan aku berlasan" jawab Sabda
dengan senyum.
"Aku mengerti itu, tapi bolehkah aku tahu
alasanmu? aku sungguh penasaran, mengapa kau yang seperti ini dikagumi orang
diluar sana? kau dicintai banyak anak yatim dan anak-anak jalanan? berbagilah
bersamaku Sabda." tanya Kyai bernada memohon.
"Berbagi ya? emmm baiklah, tapi biarkan aku
bercerita hingga selesai" Kata Sabda bernada diingin, sang Kyai
menganggung tanda setuju.
###
“Masa kanak-kanak adalah masa yang indah untuk
dikenang, seharusnya. Aku mengenangnya berawal dengan senyuman dan berakhir
mengeluarkan air mata. Rumahku tidak besar, hanya dua kamar tidur, satu kamar
mandi dan ruang tamu. Ayahku hanya seorang supir pengantar mobil katering dan
ibuku adalah seorang ibu yang sangat luar biasa baik, seolah ia berani
menentang Malaikat untuk menjagaku. Selain itu aku memiliki seorang adik
perempuan yang kala itu berumur 4 tahun. Hidup kami sederhana, tenang dan
bahagia meski terkadang terjebak kekurangan. Harta kami hanya TV yang dibeli
secara kredit. Suatu hari ayahku jatuh sakit berkepanjangan, komplikasi typus
dan TBC, ayah dipecat karena terlalu lama tidak masuk. Keuangan keluargaku
berantakan, makan nasi putih dengan garam bukan lagi hal yang mengjutkan tapi
menjadi rutinitas. Hingga akhirnya ibuku memberanikan diri untuk meminjam uang
pada Rentenir yang terkenal dikampungku, namanya Pak Mantyo. Sejumlah uang dan
konsukuensi bunga pinjaman diterima ibuku. Disinilah asal muasal, semua itu
membuatku berfikir. Uang dari sang Rentenir untuk berobat ayahku tidak pula
membuat ayah sembuh. Hingga akhirnya hari itu tiba, dimana jatuh tempo telah
lewat dari seminggu, sang Rentenir datang menagih uang mereka. Ibuku memohon
untuk tenggang waktu, tapi mereka tidak peduli dan akhirnya Televisi yang
satu-satunya harta kami, yang saat itu pula sedang ditonton oleh adikku
diangkut sang Rentenir. Adikku langsung lari menangis dan berlari kearahku
sambil berkata ditengah isak "Abang tv dede, bang!!". Ayahku yang
mengetahui hal itu tidak bisa berbuat apa-apa karena tak kuat berdiri, ayah
yang selalu tersenyum dihadapan kami
anak-anaknya, kali ini menangis bercucuran air mata
melihat adikku menangis dan istrinya yang sedang memohon belas kasihan dari
seorang rentenir. Akupun tak kuasa memendung dan berpura-pura tidak sedih, air
mataku terjatuh."
Sabda berhenti sejenak, ia meminum kopi yang
disediakan bersama Kyai, sang Kyai masih menatap wajah Sabda penuh penasaran.
"Lalu karena itukah kau sampai begini?"
tanya pak Kyai
"Bukan, ini baru awalnya, biarkan aku
menyelesaikanya" kata Sabda masih dalam ketenangan.
###
"Tidak lama setelah itu ayahku meninggal karena
serangan Jantung mendadak. Keluarga kami makin terpuruk, tak jarang kami
kelaparan. Hingga aku belajar mencuri diwarung untuk adikku, karena tak kuat
menahan lapar. Ibuku mencoba bekerja menjadi kuli cuci. suatu hari kami ikut
ibu bekerja, sang majikan awalnya memperbolehkan kami ikut namun belakangan
kami diusir, karena aku dan adikku sering mengintip untuk menonton TV. Akhirnya
kami memilih menumpang nonton ditetangga, namun juga naas, setiap kami akan
datang tetangga kami langsung menutup pintu. Seringkali adik perempuanku
menangis karena ini, ibu yang melihat tidak menangis didepan kami, tapi air
matanya mengembang dan berkaca-kaca. Suatu malam saat aku dan adikku tertidur,
kami bangun tiba-tiba lantaran ada suara gaduh diluar rumah dan banyak suara
orang berteriak. Ibuku tidak ada dikasurnya, membuat kami mencari dengan keluar
rumah. Alangkah kagetnya aku, serasa tubuh ini disambar petir, Ibuku sedang
diarak keliling kampung dan digunduli dihadapan kami
aku tidak mengerti kenapa dengan ibuku, beberapa orang
terlihat murka mengatai ibuku dengan sebuata "DASAR MALING!!". Aku
menangis sejadi-jadinya hanya berdua dengan adikku sambil berpelukan, entah apa
yang membuat perilaku mereka seperti binatang. Semenjak itu ibuku hanya diam
dirumah mengalami depresi berat karena dikucilkan dan dicap sebagai maling.
Saat ini dia ada dirumah sakit jiwa."
###
"Atas dasar itulah aku sampai begini" Kata
Sabda menyelesaikan kisah nya yang pilu.
"Tetapi mengapa kau membunuh para Rentenir dan
merampok yang tidak mengenalmu Sabda, padahal kau lulusan mahasiswa terbaik
dikota ini" tanya kyai.
"Pak Kyai, semenjak kejadian itu aku bercita-cita
ingin menghapus tangis anak-anak miskin dengan tanganku sendiri diDunia ini
yang TV mereka diambil paksa para rentenir . Bayangkan, berapa anak yang akan
tumbuh sepertiku jika para lintah darat masih hidup?, Berapa lagi ibu yang
harus mencuri TV dan diarak keliling kampung?. Sebab itulah aku merampok yang
seharusnya kurampok dan membunuh yang seharusnya kubunuh. Aku bersyukur,selama
aku hidup aku telah menyumbangkan 1000 TV untuk anak yatim dan anak jalanan,
aku dekat dengan mereka karena ketidakpunyaan mereka. aku selalu mengantarkan
TV keanak-anak yang membutuhkan, TV yang kuberikan mereka sebut "TV Dari
Langit" Renternir yang kubunuh lebih bajingan, mereka tak hanya mengambil
TV tapi anak perawan orang yang berhutang" Sabda mulai menaikan matanya
kearah pandang sang kyai.
"Baiklah jika itu cara berfikirmu, ada pesan
terakhir?
mu?" tanya pak Kyai dengan mengubag
posisiduduknya.
"Jika kau bertemu adiku, katakan padanya aku
sayang padanya seperti Tuhan yang sayang padaku dengan cara yang miskin namun
romantis. Katakan padanya jangan lelah menghapus tangis anak kecil karena
lapar, jangan menyerah membuat mereka tersenyum, meski dunia musuhnya.
Katakanpula, maaf jika aku tidak bisa meneruskan nazarku kepada Tuhan, jadi
teruskanlah. Tuhan jika aku berhasil menjadi orang sukses, tak akan kubiarkan
orang disekitarku menangis karena lapar, barangnya dirampas rentenir dan ada
ibu yang rela mencuri demi anaknya. Jika aku belum juga berhasil, kusansikan
tidak ada yang menikmati TV dinegeri ini, sebelum anak yatim dan anak-anak
dinegeri bisa menikmatinya" Sabda mengakhiri pembicaraan atau pesan yang
tegas itu untuk adik perempuannya yang tidak diketahui keberadaanya, pak Kyai
mengiyakan.
Suara langkah sepatu terdengar mendekat kearah kamar
mereka yang seolah asyik dijadikan media dialek. Badan gagah, berpakaian serba
coklat dan atribut pangkat berada dihadapan kami. Pintu besipun dibuka,
"Saudara Sabda Langit, waktu anda telah tiba,
Mari pak Kyai" kata sang pria gagah yang merupakan Polisi bersenjata dan
seorang dari Kementrian Kehakiman.
pak Kyai bercucuran air mata melepas kepergian Sabda.
"Nak, sesungguhnya kau adalah orang yang mulia,
mungkin dimata manusia perbuatanmu salah, semoga Tuhan punya pandangan lain.
Bacalah dua kalimat syahadat" kata pak Kyai sambil meneteskan air mata
kepada Sabda, namun hanya senyuman lebar dan
kepala yang menjawab. Sabda melangkah dengan Tegar,
dikawal dua orang penjaga berbadan besar, Polisi serta petugas Kehakiman dan
Pak Kyai.
Sebelum Sabda dieksekusi, Kepala Lapas yang juga hadir
mendekat.
"Saudara Sabda, adakah permintaan Terakhir?"
tanya Kepala Lapas
"Bolehkah ambilkan aku AL-Quran? aku ingin
membaca satu surat saja" pinta Sabda, Sang kepalapun mengiyakan.
Kitab Suci Al-Quran dihadapkan pada Sabda, perlahan ia
duduk bersila dengan bertayamum terlebih dahulu. Para penembak jitu, kepala
lapas, pak Kyai dan Petugas Kehakiman menyaksikan Sabda.
Angin bertiup dipenjara ini, Sabda mengucap Basmallah
dengan suara kecil, setelah itu lantanglah surat Lukman keluar mulutnya. Tazwid
mendayu, suara Sabda mengaji terdengar pilu, suara khas anak Aceh ini membelai
duka. Semua mata yang sombong yang hadir tertunduk mendengarnya, pak Kyai yang
mendengarnya tak Kuasa menahan tangis Bacaan AL-Quran oleh Sabda yang pernah
Menjadi Juara Umum Qori terbaik se-Sumatra ini. Bumi seolah berhenti sejenak
mendengar Lantunan ayat suci yang sakral.
Sabda mengakhiri, surat Lukman yang dibacanya.
Bergegas berdiri dan siap dieksekusi.
Lima algojo bersiap dengan senjata laras panjang
ditangan mereka yang masih bergetar karena lantunan sang napi. Sabda
diposisikan ditengah dengan tangan terikat dan mata tertutup. Semua senjata
mengarah tepat pada jantungnya.
Seolah sadar malaikat pencabut nyawa telah
disampingnya, Sabda berkata dengan lirihn
"Ibu, Sabda sayaang sekali sama ibu, jangan sedih
ya"
"Dor..DOR.!!
Hening melanda, kepala Sabda tertunduk. Timah panas
telah meletus dari sarangnya, dada menganga dan darah bercucuran.
###
Warga kolong jembatan memasang bendera kuning tanda
belasungkawa, tanpa mayit. Dua belas yayasan yatim piatu ikut berduka,
anak-anak menangis mengetahui abang terbaik mereka telah tiada. Enam pondok
pesantren mengadakan pengajian untuk Almarhum Sabda.
###
Dua minggu kemudian...
"Headline News pagi, telah terjadi ledakan bom
secara bersamaan ditempat yang berbeda tadi malam, diantaranya daerah peti
kemas pelabuhan Air Tawar yang bermuatan TV, dipusat pertokoan Elektronik terbesar
di Daeng dan pabrik salah satu merek TV terkenal, ludes dilahap sijago merah.
Ribuan Televisi dan elektronik hangus terbakar, diduka kerugian mencapai
ratusan triliun rupiah. Pemadam kebakaran dan Polisi terlihat dimana-mana bahka
kewalahan. Menurut Kombes Polisi Abidal Nasution, bom ini terkait teroris dan
jaringanya, pihak kepolisian telah mengetahui Gembong terbesar perbuatan keji
ini. Sebab pagi ini sebuah cd yang dikirim ke markas besar Polisi, berisikan
tentang kejadian bom tersebut. Disebut-sebut pemimpin operasi terroris tersebut
adalah Cut Rinjani RatuLangit, adik perempuan dari terpidana hukuman
mati Sabda Langit....."
Jakarta, 17 September 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar