Sabtu, 08 Desember 2012

Tv Dari Langit : Bukan apa yang dicuri, tapi untuk apa mencuri? (Sebuah Cerpen Kodok Canephora)

Tv Dari Langit : Bukan apa yang dicuri, tapi untuk apa mencuri? (Sebuah Cerpen Kodok Canephora)
oleh Kodok Canephora pada 12 September 2012 pukul 22:05 ·
"Aku sangat percaya jika Tuhan itu baik, dari sejak kecil jika aku bersyukur ataupun mengeluh, kepalaku selalu mendongkak kearah langit seolah Tuhan itu tinggal dilangit"
"Kurasa cocok dengan nama saudara, Sabda Langit" kata seorang Kyai yang memotong pembicara Sabda dihadapanya.
"Entah mengapa pula ayahku Tuan Ribang Kalangit menamaiku seperti itu, tapi yang jelas dia ingin aku seperti arti nama tersebut" Sambung Sabda dengan tenang.
Senyum tidak pudar dari wajah Sabda, situasi ini membuat nyaman sang Kyai berdialog dengan Sabda dikamar yang hanya 6X6 Meter. Tangan kanan Sabda memegang foto seorang perempuan tua dengan rambut beruban dan senyuman manis diusianya, ibunya.
"Kenapa kau lakukan ini dan membiarkanmu terpuruk dalam keadaan ini saudara Sabda?" Tanya sang Kyai yang sebelumnya situasi sempat hening.
"hm..hanya orang bodoh juga gila yang berani bertindak tanpa alasan yang jelas pak Kyai dan aku berlasan" jawab Sabda dengan senyum.
"Aku mengerti itu, tapi bolehkah aku tahu alasanmu? aku sungguh penasaran, mengapa kau yang seperti ini dikagumi orang diluar sana? kau dicintai banyak anak yatim dan anak-anak jalanan? berbagilah bersamaku Sabda." tanya Kyai bernada memohon.
"Berbagi ya? emmm baiklah, tapi biarkan aku bercerita hingga selesai" Kata Sabda bernada diingin, sang Kyai menganggung tanda setuju.
###
“Masa kanak-kanak adalah masa yang indah untuk dikenang, seharusnya. Aku mengenangnya berawal dengan senyuman dan berakhir mengeluarkan air mata. Rumahku tidak besar, hanya dua kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu. Ayahku hanya seorang supir pengantar mobil katering dan ibuku adalah seorang ibu yang sangat luar biasa baik, seolah ia berani menentang Malaikat untuk menjagaku. Selain itu aku memiliki seorang adik perempuan yang kala itu berumur 4 tahun. Hidup kami sederhana, tenang dan bahagia meski terkadang terjebak kekurangan. Harta kami hanya TV yang dibeli secara kredit. Suatu hari ayahku jatuh sakit berkepanjangan, komplikasi typus dan TBC, ayah dipecat karena terlalu lama tidak masuk. Keuangan keluargaku berantakan, makan nasi putih dengan garam bukan lagi hal yang mengjutkan tapi menjadi rutinitas. Hingga akhirnya ibuku memberanikan diri untuk meminjam uang pada Rentenir yang terkenal dikampungku, namanya Pak Mantyo. Sejumlah uang dan konsukuensi bunga pinjaman diterima ibuku. Disinilah asal muasal, semua itu membuatku berfikir. Uang dari sang Rentenir untuk berobat ayahku tidak pula membuat ayah sembuh. Hingga akhirnya hari itu tiba, dimana jatuh tempo telah lewat dari seminggu, sang Rentenir datang menagih uang mereka. Ibuku memohon untuk tenggang waktu, tapi mereka tidak peduli dan akhirnya Televisi yang satu-satunya harta kami, yang saat itu pula sedang ditonton oleh adikku diangkut sang Rentenir. Adikku langsung lari menangis dan berlari kearahku sambil berkata ditengah isak "Abang tv dede, bang!!". Ayahku yang mengetahui hal itu tidak bisa berbuat apa-apa karena tak kuat berdiri, ayah yang selalu tersenyum dihadapan kami
anak-anaknya, kali ini menangis bercucuran air mata melihat adikku menangis dan istrinya yang sedang memohon belas kasihan dari seorang rentenir. Akupun tak kuasa memendung dan berpura-pura tidak sedih, air mataku terjatuh."
Sabda berhenti sejenak, ia meminum kopi yang disediakan bersama Kyai, sang Kyai masih menatap wajah Sabda penuh penasaran.
"Lalu karena itukah kau sampai begini?" tanya pak Kyai
"Bukan, ini baru awalnya, biarkan aku menyelesaikanya" kata Sabda masih dalam ketenangan.
###
"Tidak lama setelah itu ayahku meninggal karena serangan Jantung mendadak. Keluarga kami makin terpuruk, tak jarang kami kelaparan. Hingga aku belajar mencuri diwarung untuk adikku, karena tak kuat menahan lapar. Ibuku mencoba bekerja menjadi kuli cuci. suatu hari kami ikut ibu bekerja, sang majikan awalnya memperbolehkan kami ikut namun belakangan kami diusir, karena aku dan adikku sering mengintip untuk menonton TV. Akhirnya kami memilih menumpang nonton ditetangga, namun juga naas, setiap kami akan datang tetangga kami langsung menutup pintu. Seringkali adik perempuanku menangis karena ini, ibu yang melihat tidak menangis didepan kami, tapi air matanya mengembang dan berkaca-kaca. Suatu malam saat aku dan adikku tertidur, kami bangun tiba-tiba lantaran ada suara gaduh diluar rumah dan banyak suara orang berteriak. Ibuku tidak ada dikasurnya, membuat kami mencari dengan keluar rumah. Alangkah kagetnya aku, serasa tubuh ini disambar petir, Ibuku sedang diarak keliling kampung dan digunduli dihadapan kami
aku tidak mengerti kenapa dengan ibuku, beberapa orang terlihat murka mengatai ibuku dengan sebuata "DASAR MALING!!". Aku menangis sejadi-jadinya hanya berdua dengan adikku sambil berpelukan, entah apa yang membuat perilaku mereka seperti binatang. Semenjak itu ibuku hanya diam dirumah mengalami depresi berat karena dikucilkan dan dicap sebagai maling. Saat ini dia ada dirumah sakit jiwa."
###
"Atas dasar itulah aku sampai begini" Kata Sabda menyelesaikan kisah nya yang pilu.
"Tetapi mengapa kau membunuh para Rentenir dan merampok yang tidak mengenalmu Sabda, padahal kau lulusan mahasiswa terbaik dikota ini" tanya kyai.
"Pak Kyai, semenjak kejadian itu aku bercita-cita ingin menghapus tangis anak-anak miskin dengan tanganku sendiri diDunia ini yang TV mereka diambil paksa para rentenir . Bayangkan, berapa anak yang akan tumbuh sepertiku jika para lintah darat masih hidup?, Berapa lagi ibu yang harus mencuri TV dan diarak keliling kampung?. Sebab itulah aku merampok yang seharusnya kurampok dan membunuh yang seharusnya kubunuh. Aku bersyukur,selama aku hidup aku telah menyumbangkan 1000 TV untuk anak yatim dan anak jalanan, aku dekat dengan mereka karena ketidakpunyaan mereka. aku selalu mengantarkan TV keanak-anak yang membutuhkan, TV yang kuberikan mereka sebut "TV Dari Langit" Renternir yang kubunuh lebih bajingan, mereka tak hanya mengambil TV tapi anak perawan orang yang berhutang" Sabda mulai menaikan matanya kearah pandang sang kyai.
"Baiklah jika itu cara berfikirmu, ada pesan terakhir?
mu?" tanya pak Kyai dengan mengubag posisiduduknya.
"Jika kau bertemu adiku, katakan padanya aku sayang padanya seperti Tuhan yang sayang padaku dengan cara yang miskin namun romantis. Katakan padanya jangan lelah menghapus tangis anak kecil karena lapar, jangan menyerah membuat mereka tersenyum, meski dunia musuhnya. Katakanpula, maaf jika aku tidak bisa meneruskan nazarku kepada Tuhan, jadi teruskanlah. Tuhan jika aku berhasil menjadi orang sukses, tak akan kubiarkan orang disekitarku menangis karena lapar, barangnya dirampas rentenir dan ada ibu yang rela mencuri demi anaknya. Jika aku belum juga berhasil, kusansikan tidak ada yang menikmati TV dinegeri ini, sebelum anak yatim dan anak-anak dinegeri bisa menikmatinya" Sabda mengakhiri pembicaraan atau pesan yang tegas itu untuk adik perempuannya yang tidak diketahui keberadaanya, pak Kyai mengiyakan.
Suara langkah sepatu terdengar mendekat kearah kamar mereka yang seolah asyik dijadikan media dialek. Badan gagah, berpakaian serba coklat dan atribut pangkat berada dihadapan kami. Pintu besipun dibuka,
"Saudara Sabda Langit, waktu anda telah tiba, Mari pak Kyai" kata sang pria gagah yang merupakan Polisi bersenjata dan seorang dari Kementrian Kehakiman.
pak Kyai bercucuran air mata melepas kepergian Sabda.
"Nak, sesungguhnya kau adalah orang yang mulia, mungkin dimata manusia perbuatanmu salah, semoga Tuhan punya pandangan lain. Bacalah dua kalimat syahadat" kata pak Kyai sambil meneteskan air mata kepada Sabda, namun hanya senyuman lebar dan
kepala yang menjawab. Sabda melangkah dengan Tegar, dikawal dua orang penjaga berbadan besar, Polisi serta petugas Kehakiman dan Pak Kyai.
Sebelum Sabda dieksekusi, Kepala Lapas yang juga hadir mendekat.
"Saudara Sabda, adakah permintaan Terakhir?" tanya Kepala Lapas
"Bolehkah ambilkan aku AL-Quran? aku ingin membaca satu surat saja" pinta Sabda, Sang kepalapun mengiyakan.
Kitab Suci Al-Quran dihadapkan pada Sabda, perlahan ia duduk bersila dengan bertayamum terlebih dahulu. Para penembak jitu, kepala lapas, pak Kyai dan Petugas Kehakiman menyaksikan Sabda.
Angin bertiup dipenjara ini, Sabda mengucap Basmallah dengan suara kecil, setelah itu lantanglah surat Lukman keluar mulutnya. Tazwid mendayu, suara Sabda mengaji terdengar pilu, suara khas anak Aceh ini membelai duka. Semua mata yang sombong yang hadir tertunduk mendengarnya, pak Kyai yang mendengarnya tak Kuasa menahan tangis Bacaan AL-Quran oleh Sabda yang pernah Menjadi Juara Umum Qori terbaik se-Sumatra ini. Bumi seolah berhenti sejenak mendengar Lantunan ayat suci yang sakral.
Sabda mengakhiri, surat Lukman yang dibacanya. Bergegas berdiri dan siap dieksekusi.
Lima algojo bersiap dengan senjata laras panjang ditangan mereka yang masih bergetar karena lantunan sang napi. Sabda diposisikan ditengah dengan tangan terikat dan mata tertutup. Semua senjata mengarah tepat pada jantungnya.
Seolah sadar malaikat pencabut nyawa telah disampingnya, Sabda berkata dengan lirihn
"Ibu, Sabda sayaang sekali sama ibu, jangan sedih ya"
"Dor..DOR.!!
Hening melanda, kepala Sabda tertunduk. Timah panas telah meletus dari sarangnya, dada menganga dan darah bercucuran.
###
Warga kolong jembatan memasang bendera kuning tanda belasungkawa, tanpa mayit. Dua belas yayasan yatim piatu ikut berduka, anak-anak menangis mengetahui abang terbaik mereka telah tiada. Enam pondok pesantren mengadakan pengajian untuk Almarhum Sabda.
###
Dua minggu kemudian...
"Headline News pagi, telah terjadi ledakan bom secara bersamaan ditempat yang berbeda tadi malam, diantaranya daerah peti kemas pelabuhan Air Tawar yang bermuatan TV, dipusat pertokoan Elektronik terbesar di Daeng dan pabrik salah satu merek TV terkenal, ludes dilahap sijago merah. Ribuan Televisi dan elektronik hangus terbakar, diduka kerugian mencapai ratusan triliun rupiah. Pemadam kebakaran dan Polisi terlihat dimana-mana bahka kewalahan. Menurut Kombes Polisi Abidal Nasution, bom ini terkait teroris dan jaringanya, pihak kepolisian telah mengetahui Gembong terbesar perbuatan keji ini. Sebab pagi ini sebuah cd yang dikirim ke markas besar Polisi, berisikan tentang kejadian bom tersebut. Disebut-sebut pemimpin operasi terroris tersebut adalah Cut Rinjani RatuLangit, adik perempuan dari terpidana hukuman mati Sabda Langit....."
Jakarta, 17 September 1995.
https://fbcdn-sphotos-a-a.akamaihd.net/hphotos-ak-snc7/s720x720/303580_497284506948692_1726142649_n.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar